Beranda | Artikel
Shalat Khauf
Rabu, 29 Mei 2024

Bersama Pemateri :
Ustadz Musyaffa Ad-Dariny

Shalat Khauf ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 19 Dzulqa’dah 1445 H / 27 Mei 2024 M.

Kajian Tentang Shalat Khauf

Shalat khauf atau shalat dalam keadaan genting karena peperangan atau yang semisalnya. Pembahasan shalat khauf ini biasanya adalah tentang shalat berjamaahnya atau shalat wajibnya. Walaupun sebenarnya ada sisi-sisi shalat khauf yang juga merupakan shalat sunnah, akan tetapi biasanya tidak dibahas dalam pembahasan shalat khauf karena shalat sunnah selain khauf pun sudah longgar dan memang ada pembahasan-pembahasan khusus tentang shalat wajib yang dilakukan ketika sedang dalam keadaan genting karena peperangan.

Shalat khauf ini caranya sangat berbeda dengan shalat fardhu secara berjamaah dalam keadaan biasa. Karena keadaan genting ketika peperangan, kita membutuhkan penjagaan. Kalau shalat dilakukan seperti cara biasa, maka bisa jadi dalam keadaan-keadaan tertentu, kaum muslimin tidak terselamatkan atau tidak bisa terjaga dengan baik. Makanya, shalat khauf ada cara tersendiri untuk meningkatkan penjagaan dan keselamatan bagi kaum muslimin yang sedang shalat wajib secara berjamaah.

Mayoritas ulama mengatakan bahwa syariat shalat khauf belum dinasakh (dihapus), masih berlaku sampai hari kiamat. Ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa syariat tersebut sudah dinasakh. Di antara yang memilih pendapat ini adalah Al-Muzani, yaitu murid seniornya Imam Syafi’i. Begitu pula ada ulama lain seperti Abu Yusuf Al-Qadhi, sahabatnya Imam Abu Hanifah. Dua ulama ini mengatakan bahwa shalat khauf sudah dihapus, itu hanya disyariatkan di zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Namun, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat mayoritas ulama yang mengatakan bahwa shalat khauf ini masih disyariatkan. Banyak dalil yang mendasari pendapat jumhurul ulama ini, di antaranya adalah hukum asal dari hukum yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah tetap berlaku selama tidak ada dalil kuat yang menjelaskan bahwa itu dinasakh. Maka kita harus berpegang teguh kepada hukum asal ini bahwa syariat tersebut masih berlaku, dan memang tidak ada dalil yang kuat yang menjelaskan bahwa syariat ini telah dinasakh.

Kemudian, para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sepakat bahwa syariat shalat khauf ini masih berlaku, belum dinasakh. Banyak para sahabat yang melakukan syariat shalat khauf ini. Di antaranya sahabat Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu, beliau pernah melakukan shalat khauf ini ketika perang Shiffin. Ada lagi sahabat Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu ‘Anhu. Beliau melakukan shalat khauf dengan para pengikutnya ketika di Asbahan. Begitu pula Hudzaifah bin Yaman pernah melakukan shalat ini, bahkan ketika itu ada sahabat lain, Sa’ad bin Abi Waqqas. Mereka melakukan shalat khauf ini di Thabaristan dan tidak ada pengingkaran dari sahabat yang lain tentang shalat khauf ini. Ini menunjukkan bahwa para sahabat sepakat bahwa shalat khauf ini masih disyariatkan, bukan telah dihapus.

Cara Shalat khauf

Disebutkan oleh para ulama bahwa di sana ada enam cara. Enam cara ini semuanya boleh dilakukan karena telah diriwayatkan dari riwayat yang shahih. Lima cara di antaranya itu ketika musuh berada di selain arah kiblat, sedangkan satu cara lagi ketika musuh berada di arah kiblat.

Cara yang pertama, sebagaimana disebutkan di dalam hadits Shalih bin Khawwat Rahimahullah, dari orang yang pernah shalat bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di perang Dzatur Riqa’. Disebutkan di dalam hadits ini, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membagi jemaahnya menjadi dua. Sekelompok jemaahnya shalat bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sedangkan kelompok yang lain berbaris menghadap ke arah musuh. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat bersama orang-orang yang shalat bersama beliau. Kemudian, beliau tetap berdiri dan mereka menyempurnakan shalat mereka sendiri.

Misalnya shalat subuh, beliau shalat satu rakaat bersama orang-orang yang di belakang beliau. Kemudian, masuk ke rakaat kedua, beliau dalam keadaan berdiri. Ketika beliau dalam keadaan berdiri, orang-orang yang shalat di belakang beliau menyempurnakan shalatnya sendiri. Mereka rukuk sendiri, kemudian i’tidal sendiri, sedangkan Rasulullah tetap berdiri. Kemudian, mereka sujud, duduk di antara dua sujud, sujud lagi, tasyahud, dan selesai.

Kemudian, mereka mengisi tempat yang diisi oleh para sahabat yang sedang mengarah ke arah musuh. Setelah itu, datanglah orang-orang yang tadi menjaga dan menghadap ke arah musuh untuk shalat di belakang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat bersama mereka satu rakaat yang masih tersisa. Kemudian, beliau dalam posisi duduk, tidak langsung salam, menunggu para sahabat untuk menyempurnakan shalat mereka. Karena ini shalat subuh, para sahabat harus menambah satu rakaat lagi. Sampai mereka akhirnya menyelesaikan shalat merek. Setelah itu, mereka salam bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian Shalat Khauf


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54196-shalat-khauf/